23 January 2008

Dari sudut mana kita memandang ?

Ada sebuah pertanyaan yang diberikan kepada 2 orang berbeda ras, yaitu seorang Eropa berkulit putih dan seorang Afrika berkulit hitam. Pertanyaannya sederhana, apa warna kuda zebra ?

Orang Eropa menjawab bahwa warna kuda zebra adalah kuda hitam dengan garis-garis putih, sementara orang Afrika menjawab warna kuda zebra adalah kuda putih dengan garis-garis hitam.

Mengapa perbedaan bisa terjadi, padahal mereka ditanya tentang hewan yang sama ? Inilah yang biasa kita sebut sebagai sudut pandang.

Sederhananya, sudut pandang adalah suatu cara bagaimana kita memandang sesuatu masalah dari sudut yang berbeda.

Sudut pandang inilah yang menjadikan seseorang berbeda sikap dalam menghadapi suatu masalah atau persoalan. Seorang dengan sudut pandang yang sempit akan memandang suatu persoalan dengan ruang yang sempit. Ketika kesulitan datang, kita cuma menganggap sebuah kesulitan telah tiba, ketika kekecewaan tiba kita cuma memandang bahwa kekecewaan telah datang. Atau ketika keberhasilan diraih, kita malah terus terbuai.

Dalam sudut pandang yang luas, kita akan mendapati kegagalan sebagai kegagalan, dan sekaligus sebagai sebuah keberhasilan yang tertunda. Akan memandang kekecewaan sebagai sebuah kekecewaan berikut hikmah kebahagiaan, dan akan mampu memandang kebahagiaan sebagai kebahagiaan sekaligus bersiap mengalami ketidakbahagiaan.

Maka jika kita mendapatkan sesuatu hal, pandanglah hal itu juga dari sudut pandang yang berbeda. Percaya dech, kita akan lebih bijaksana.

22 January 2008

Pelajaran dari jalan.....

Nama anak itu singkat saja, Bardi ..." cuma Bardi oom", itu jawaban yang selalu saya dengar ketika saya kerap bertanya tentang nama lengkapnya.

Bardi ini cuma seorang anak usia 9 tahun, yang bertahan hidup menggelandang di belantara kota Jakarta. Katanya ia berasal dari sebuah desa di pedalaman Banten, yang entah mengapa terdampar di kota ini. Ia seorang anak kecil yang selalu saya lihat ketika mampir untuk makan siang di kawasan blok s.

Seperti kebanyakan anak jalanan seusianya, pakaiannya lusuh dan rambutnya memerah terkena sinar matahari Jakarta.

Apa yang istimewa dari seorang Bardi ? toh ada puluhan anak, ratusan atau mungkin ribuan anak jalanan seperti Bardi ... menjalani hidup di balik bayangan gedung-gedung jakarta, bertahan di balik teriknya panas matahari kota yang semrawut ini.

Iya, dia biasa saja... cuma ada sesuatu yang saya suka dari gayanya sehari-hari, setelah hampir satu bulan saya amati ... ia selalu dalam keadaan berjualan.

Beberapa hari saya lihat ia berdagang koran, beberapa hari kemudian saya lihat ia berjualan telur puyuh dalam bungkus plastik kecil-kecil, hari-hari selanjutnya saya lihat ia berjualan potongan buah dalam plastik sekepalan tangan.

Selalu saja begitu setiap hari, berjualan ... sementara teman-teman Bardi lainnya, saya lihat mulai bergelantungan di mikrolet, bertepuk-tepuk tangan entah bernyanyi atau menggerutu lantas meminta uang pada penumpang. Sebagian lagi temannya, mengelap kaca mobil yang sebenarnya tidak kotor, lantas meminta imbalan setengah memaksa. Bahkan sebagian lainnya dengan nekat meminta belas kasihan orang lewat, dengan gaya mengiba-ngiba.

Suatu siang, sembari menyeruput kopi saya yang tinggal setengah, saya panggil si Bardi ini, dan saya tanya kenapa ia selalu berjualan sedangkan teman-teman lainnya lebih banyak mengharap belas kasihan.

Dia cuma diam sesaat lantas menjawab ... "kata ibu saya, berdagang itu lebih baik daripada mengharap belas kasihan orang, jadi untuk tetap makan saya harus berdagang, oom"

Jawaban teramat sederhana dari seorang anak jalanan, tapi apa yang saya dapatkan hari ini ? sebuah harga yang tetap dijaga seorang anak, bahkan di jalanan sekalipun.

Oke Bardi, kamu memang beda ... saya yakin kelak kamu akan jadi pedagang besar.

21 January 2008

Ide terbaik bahkan belum pernah diciptakan ...

Seorang teman lama semasa kecil muncul tiba-tiba di hadapan saya melalui email pagi hari ini. Isinya cuma sebuah kalimat tanya singkat : "apa kabar, bro ?". Sebuah pertanyaan kecil, yang mampu memaksa saya seketika mengurut berbagai kejadian yang saya lalui bersama dia semasa kami kecil.

Kami berdua sering berjalan bersama di pematang kebun kangkung sepulang sekolah, kadang berkemah bersama pula di pinggiran kota selagi liburan sekolah dan tidak lupa menggoda anak-anak perempuan teman sekolah sehingga menangis. Tetapi terkadang kami juga berkelahi di lapangan sepakbola, dan segala kenakalan anak-anak yang kami jalani bersama. Kebersamaan itu kami lalui sejak sekolah dasar sampai sekolah menengah.

Selepas sekolah menengah kami tidak lagi saling bertemu, sesekali sedikit kabar sampai di telinga saya tentang kejatuhan ekonomi keluarganya, tentang meninggalnya sang ayah, tentang ibunya yang menikah lagi dengan seorang pemabuk. Tentang adik-adiknya yang terbengkalai sekolahnya, dan sebagainya yang melulu berisi cerita-cerita sedih.

Jadi saya teramat surprise atas munculnya email dari teman saya itu pagi ini. Tetapi yang lebih menarik dari email itu adalah, nama si pengirimnya yang juga menuliskan nama sebuah perusahaan yang dalam beberapa tahun ini cukup berkibar dalam dunia bisnis, yang sedikit-sedikit saya amati, karena saya juga bercita-cita memiliki bisnis sendiri. Bahkan seingat saya, perusahaan tersebut dalam setahun ini telah melakukan ekspansi yang sangat luar biasa, bahkan sempat membeli beberapa properti kelas kakap negeri ini.

Saya seketika bersyukur, karena mungkin teman saya tersebut merupakan karyawan dari perusahaan tersebut. Saya sedikit lega, segala kesulitan keluarganya selama ini pasti akan terasa lebih ringan, karena sang anak sulung sudah bekerja di sebuah perusahaan yang mapan. Sebuah pencapaian yang sangat tinggi untuk seorang anak dengan permasalahan ekonomi dan keluarga yang tidak cukup beruntung.

Karena rasa ingin tahu tentang di mana posisi teman saya dalam perusahaan tersebut, saya dengan iseng mulai browsing situs perusahaan tersebut....dan ketika saya melihat struktur perusahaan...ops !...saya terkaget-kaget seketika, nama teman saya tersebut tertera sebagai presiden direktur.

Surprise yang kedua buat saya pagi ini, sangat-sangat jauh dari bayangan saya ... teman saya itu sekarang seorang presiden direktur dari sebuah perusahaan kakap negeri ini.

Segera saya ambil handphone saya, dan dengan perasaan berdebar saya coba hubungi dia... dan benar... teman saya itu sekarang memang seorang presiden direktur, dalam usia yang masih cukup muda, 32 tahun.

Setelah berbincang kesana-kemari, saya mencoba meminta 'rahasia' bagaimana cara merubah hidup dari seorang 'yang bukan apa-apa' sehingga menjadi sesukses sekarang ini. Jawaban teman saya singkat saja ... bahwa semuanya bermula dari sebuah ide, dan kepercayaan bahwa ide terbaik belum pernah diciptakan...

Yup, pikiran saya mendadak terbuka terang, ide terbaik memang belum pernah diciptakan, sebuah nilai hidup penuh optimisme saya pelajari dari teman saya pagi ini. Sebuah nilai yang membawanya meraih impian dalam hidup.

Pagi ini, dari teman masa kecil saya itu, saya memperoleh pelajaran berharga bahwa selalu ada kesempatan untuk membuat ide yang lebih baik ... lebih baik dan lebih baik lagi, dari semua ide kita yang ada sekarang ini. Karena ide terbaik memang belum pernah diciptakan ...

Saya jawab segera email teman saya itu dengan kalimat singkat : congrats, bro !