14 May 2008

Menambah Nilai Jual ! (bukan sekedar kamuflase)

Persoalan pelik terus berulang dihadapi ayah mertua saya. Singkong (umbi kayu) yang ditanamnya di belakang rumah sudah mengeras seperti kayu karena terlalu lama tidak dipanen. Beliau agaknya segan untuk memanennya, padahal sudah lelah menanamnya. Alasannya agak mengharukan, " untuk apa dipanen, toh harganya juga terlalu murah". Singkong atau biasa disebut ubi kayu memang tidak cukup berharga di kalangan petani di Lampung, 1 kilogramnya mungkin cuma berharga 300 rupiah saja. Jadi jika anda memikul satu karung singkong seberat 50 kg sampai lelah ke pasar, anda cuma akan mendapat uang 15 ribu rupiah. Hanya cukup untuk jajan 2 mangkok bakso, plus 2 gelas air mineral di pasar, dan pulang ke rumah dengan tangan hampa.

Akan tetapi, kemarin saya menelusuri sepanjang jalan Kebayoran Lama, satu dua saya menemukan gerai makanan dengan nama 'singkong keju'. Dengan rasa penasaran saya coba membeli dan memakannya, rasanya gurih dan renyah. Harganya sepotong kecil adalah seribu rupiah. Artinya jika satu kilogram singkong dapat dijadikan sekitar 20 potong saja singkong keju, itu akan bernilai 20 ribu rupiah. Dengan asumsi modal 10 ribu, nilai singkong yang cuma seharga 300 rupiah perkilogram di lampung sana, akan menjadi seharga 10 rb rupiah. Hebat !

Menambah nilai lebih pada suatu barang adalah satu cara kreatif yang paling mudah untuk memberikan nilai jual terhadap barang, sehingga barang tersebut memiliki nilai 'kemampuan' untuk segera laku terjual dan tentu saja berharga lebih tinggi.

Pada pokoknya, adalah bagaimana agar suatu barang yang akan kita jual dapat lebih menarik minat konsumen. Pada beberapa produk dilakukan penambahan nilai jual melalui variasi fungsi, misalnya pada makanan dan minuman. Masih ingat pada 'teh rasa melati' yang sempat mendongkrak penjualan teh cap botol beberapa tahun lalu ?

Pada berapa produk yang statis atau tidak bergerak, penambahan nilai jual dapat dilakukan melalui pewarnaan (pengecatan) atau perapihan, misalnya produk rumah tinggal atau kendaraan. Menjual rumah dengan terlebih dahulu dirapikan rumput-rumputnya serta pengecatan ulang akan lebih cepat laku dibanding yang menjual seadanya. Begitu juga dengan kendaraan, biasanya yang terlihat rapi dan mengkilat akan lebih cepat laku.

Malah terkadang ada pula penjual nakal yang seolah memberi nilai lebih pada produknya padahal justru malah menimbulkan kerugian pada konsumen, dan pada gilirannya merugikan penjual sendiri karena akan menurunnya tingkat kepercayaan konsumen terhadap penjual. Salah satu contoh, misalnya proses penggelondongan (pemberian air) pada hewan ternak yang akan dijual agar terlihat gemuk. Inilah yang disebut sebagai kamuflase dalam marketing. Suatu proses seolah-olah memberi nilai lebih pada produk, padahal pada dasarnya tidak memberikan nilai lebih. Melainkan hanya upaya pengelabuan.

Penambahan nilai jual melalui sentuhan pada produk, niscaya akan membuat produk yang kita jual akan lebih berharga tinggi. Jadi mulailah kita menjual barang dengan terlebih dahulu memberi nilai lebih tersebut. Tapi, sekali lagi, hindari kamuflase dalam marketing.

No comments: